Judul Artikel : Pasar Banjar Patroman : Metamorfosis Tradisional Modern
Pasar Banjar Patroman : Metamorfosis Tradisional Modern
Pasar Banjar Patroman : Metamorfosis Tradisional Modern - Postingan tema kali ini adalah topik yang bersahabat dengan keseharian ibu rumah tangga. Pasar tradisional. Belanja bahan masakan, pastinya di pasar tradisional, karena lebih murah dan lebih lengkap. Urusan bersih dan kualitas memang lebih bagus pasar modern ya, seperti supermarket. Tetapi kalau pandai memilih, di pasar tradisional kita bisa menemukan bahan-bahan masakan yang kualitas tinggi kok, tentu dengan harga yang jauh lebih bersahabat di kantong.
Pasar Banjar ini letaknya kurang lebih 2-3 kilometer dari rumahku, Perum Griya Banjar Raharja. Naik angkot 01 dengan ongkos 4 ribu Rupiah dan turun tepat di depan pintu masuk pasar Banjar bagian depan.
Pintu depan Pasar Banjar (Sumber:Prito Windiarto Youtube) |
Jadi pasar Banjar ini dibangun menjadi dua gedung yang berdekatan, dengan masing-masing tiga pintu masuk utama yaitu depan, kanan dan kiri. Serta tiga pintu masuk kecil, pintu belakang dan kanan kiri. Pasar Banjar yang paling depan (foto atas), rata-rata menjual pakaian, kain dan barang kebutuhan rumah tangga yang sifatnya kering. Misalnya aneka snack produksi rumahan, aneka perabot plastik dan agak ke dalam baru ada yang menjual sayur mayur dan tempe tahu. Sementara gedung yang satu lagi (dulu namanya Pasar Bambu, karena dibangun dengan menggunakan tiang bambu) menjual bahan masakan yang basah-basah dan hasil bumi grosiran. Misalnya menjual ikan dan udang segar, serta menjual hasil bumi yang karungan (bahkan ada yang langsung dari kebunnya, masih ada tanah-tanahnya belum dibersihkan dengan air banyak). Di bagian belakang masing-masing gedung adalah jejeran tukang daging sapi, juga ada yang menyediakan giling daging. Mamahku tak pernah mau melewati bagian itu, bisa-bisa dia muntah kejang (mamahku phobia sapi, dagingnya juga, aromanya terutama).
Seperti mamah, aku sendiri kalau belanja lebih memilih pasar yang letaknya di depan, karena lebih bersih dan tidak licin lantainya. Juga tidak sehiruk pikuk pasar Bambu. Biasanya aku ke pasar pagi-pagi sekali, jam setengah enam atau jam enam dan diantar bapak naik Vespa. Hehe. Kalau berangkat sendiri sih ya naik angkot, biasanya agak siang.
Pasar Banjar ini adalah pasar yang usianya sudah sangat tua, lebih dari lima puluh tahun. Karena saat mamahku masih kecil banget (mamah lahir tahun 1963), pasar Banjar ini sudah ada. Sebagian besar rukonya dari kayu dan bambu, tapi ada beberapa yang sudah menggunakan bangunan permanen dan itu adalah milik pedagang besar seperti saudagar beras dan tukang emas. Selain itu pasar Banjar pernah terbakar, bukan cuma satu kali. Tapi dua kali! dan yang kedua di tahun 2011 akhirnya pasar Banjar direhab total, dibangun menjadi pasar tradisional modern yang lebih nyaman dan lebih rapi daripada sebelumnya. Selama masa pembangunan, pasar Banjar dipindahkan sementara ke daerah terminal Banjar, sekitar 1 kilometer dari lokasi awal, lebih dekat dari rumahku.
Pasar Banjar bagian dalam |
Setelah beroperasi (sumber Harapan Rakyat) |
Nah, di sepanjang trotoar banyak gerobak pedagang makanan. Dari mulai bakso, mie ayam, lengko sampai aneka es campur siap memuaskan lapar dan dahaga. Harganya bervariasi, untuk bakso sepuluh ribu dan es campur mulai dari 2500 saja. Langgananku itu es campur Aril, tahu kenapa namanya Aril? karena yang jualnya punya style mirip Ariel Noah. Harganya cuma 3000 doang tapi pelayanannya cepat, bersih dan rasanya beda dengan yang lain, lebih enak.
Pasar Banjar itu barangnya bagus-bagus, sayurannya dari dalam Banjar (Langen) dan di sekitaran Banjar (kebanyakan Cilacap). Aku suka belanja pagi-pagi sekali, saat sayurannya baru datang. Masih berembun, warna-warnanya cerah dan harganya benar-benar hemat. Bawa uang seratus ribu itu bisa dapat aneka lauk pauk untuk makan enam orang selama tiga hari. Hemat banget kan?
Yang paling betah belanja disini itu karena tempatnya bersih, enggak becek dan enggak panas. Juga enggak bau asem atau bau amis (selain sirkulasi udaranya terjaga, pedagangnya juga jaga kebersihan). Jadi sayuran yang sudah jelek/tak layak konsumsi dipisah di kantong plastik, biasanya suka ada yang beli juga buat pakan ternak. Begitu pula sampah daging-dagingan, dimasukkan dalam ember besar bertutup, jadi enggak bau kemana-mana.
Banyak yang malas belanja di pasar tradisional, apalagi perempuan yang kerjanya kantoran. Jijik lah, becek lah, bau lah, selalu itu yang jadi alasan. Kasihan, mereka enggak tahu kalau pasar tradisional sekarang sudah beda. Namanya saja pasar tradisional modern. Konsepnya tradisional, tapi dengan balutan modern yang bikin nyaman konsumen. Jadi belanja kangkung atau kol tak perlu lah ke supermarket, harganya lebih mahal tapi ukurannya sedikit sekali. Beda dengan pasar, seikat kangkung yang segar cuma 2500 kalau agak siang bisa turun jadi 2500/2 ikat. Untung! Pedagangnya ramah-ramah dan bahkan bisa mengenali kita walau bukan langganan di tokonya. Friendly dan murah senyum (walau yang jutel-jutek juga banyak sih). Di supermarket bisa begitu? enggak kan? makanyaa...
Sekalipun banyak yang masih enggan ke pasar, tapi pasar tradisional di zaman modern sepertinya tetap eksis deh. Soalnya masih banyak kok orang-orang yang lebih memikirkan hemat daripada gengsi, kalau bisa belanja murah dan berkualitas, kenapa memaksa belanja mahal-mahal demi gengsi di swalayan?
Itulah kenapa harus ke pasar, bagi IRT yang dijatah belanja seadanya alias tak berlebihan, musti pandai putar otak biar uang belanja cukup untuk ini dan itu. Pasar tradisional jadi solusi. Selain bisa memenuhi kebutuhan makan sekeluarga, bisa jajan aneka kue tradisional yang murah-murah, bisa juga beli baju dan jilbab yang lebih hemat dari harga toko (psst, aku juga kalau beli legging dan dalaman suka di pasar. Hehe).
Ah iya, hampir lupa. Pasar Banjar ini memang direncanakan menjadi daya tarik belanja oleh pemerintah. Jadi tak heran kalau berbagai toko berdiri di sekitar komplek pasar. Jadi sejenis one stop shopping lah kurang lebih. Promosi secara online memang tak seberapa banyak (jika dilihat di Google, website yang menjelaskan mengenai pasar Banjar masih sangat sedikit), tapi secara offline cukup gencar. Terlihat dari pasar Banjar yang nyaris tak pernah sepi, bahkan setelah jam operasional pasar berhenti. Setelah pasar tutup, berganti tenda-tenda Lamongan, sate Madura dan lainnya yang mulai berjualan.
Itulah pasar Banjar Patroman, bermetamorfosis dari pasar tradisional ke modern, tanpa melepas hakikat pasar tempo doeloe, yang merakyat, hemat dan bersahabat.
Demikianlah Artikel Pasar Banjar Patroman : Metamorfosis Tradisional Modern
Sekian Informasi dan sharingnya Pasar Banjar Patroman : Metamorfosis Tradisional Modern, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan Sharing artikelnnya kali ini.
0 Response to "Pasar Banjar Patroman : Metamorfosis Tradisional Modern"
Posting Komentar